Dermaga Batu Beriga yang akan menjadi lokasi pengangkutan hasil timah. (Foto: Ist).
PANGKALPINANG, OkeyBung.com – Rencana PT Timah untuk melanjutkan pertambangan di laut Batu Beriga terus menuai kontroversi, dengan penolakan keras dari masyarakat setempat. Warga khawatir kegiatan ini akan membawa dampak buruk bagi lingkungan dan mengancam sumber penghidupan utama mereka, terutama nelayan yang bergantung pada ekosistem laut yang sehat.
Kekhawatiran Warga dan Dampak Lingkungan
Masyarakat di sekitar Batu Beriga sudah lama menyuarakan penolakan terhadap rencana penambangan ini, dengan alasan potensi kerusakan ekosistem laut yang signifikan. Terumbu karang yang rapuh dan populasi ikan yang menjadi andalan ekonomi lokal dikhawatirkan akan terdampak akibat pengerukan dasar laut dan pencemaran air. Bagi warga, laut bukan hanya sumber ekonomi, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan.
Para nelayan merasa terancam bahwa rusaknya ekosistem laut akan berdampak langsung pada hasil tangkapan mereka. Penurunan populasi ikan dan kualitas air laut yang terkontaminasi diperkirakan akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan, sehingga kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada laut bisa semakin memburuk.
Tantangan Perlindungan Lingkungan
Penambangan di laut Batu Beriga menghadirkan tantangan besar bagi upaya perlindungan lingkungan. Proses pengerukan dasar laut diperkirakan dapat menyebabkan kerusakan yang luas pada ekosistem, termasuk habitat terumbu karang yang merupakan rumah bagi berbagai spesies laut. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan tambang juga berpotensi mencemari air laut, sehingga menambah beban terhadap keseimbangan ekosistem.
Kebijakan pemerintah yang mengizinkan penambangan di kawasan tersebut memicu perdebatan tentang keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
Kritik Tajam Rina Tarol
Rina Tarol, anggota Pansus Tambang Timah Batu Beriga yang dibentuk DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melontarkan kritik keras terhadap PT Timah. Menurutnya, aktivitas pertambangan di laut Batu Beriga mengancam ekosistem laut dan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup pada hasil laut. Ia menilai tawaran Corporate Social Responsibility (CSR) yang diajukan oleh PT Timah tidak memadai untuk menangani dampak buruk yang mungkin terjadi.
Rina menekankan bahwa tanggung jawab PT Timah seharusnya tidak terbatas pada program sosial sesaat, tetapi harus meliputi langkah nyata dalam pemulihan lingkungan pasca pertambangan, termasuk reklamasi area yang rusak. Ia mengungkapkan bahwa PT Timah sering kali meninggalkan masalah tanpa penyelesaian yang tuntas setelah tambang beroperasi, meninggalkan kerusakan yang berdampak pada masyarakat.
Rina juga mengajak masyarakat untuk mengajukan gugatan hukum terhadap PT Timah dan pemerintah daerah terkait dampak negatif dari kegiatan tambang dan mempertanyakan keabsahan proses perizinan yang telah dikeluarkan. Menurutnya, ada kemungkinan prosedur perizinan tidak dijalankan sesuai aturan.
Desakan Masyarakat
Masyarakat semakin gencar mendesak PT Timah untuk membatalkan rencana pertambangan dan meminta pemerintah meninjau kembali izin yang telah dikeluarkan. Mereka menuntut adanya pertimbangan yang lebih matang terhadap dampak jangka panjang pada lingkungan dan masyarakat sebelum aktivitas tambang dimulai.
Kontroversi ini menggambarkan dilema yang sering dihadapi dalam pengelolaan sumber daya alam, mencari keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan yang berkelanjutan. Perdebatan seputar tambang laut Batu Beriga tampaknya masih jauh dari selesai, sementara masyarakat terus memperjuangkan hak mereka atas lingkungan yang sehat dan lestari. (Tama/HR).