banner 970x250
Hukum dan Kriminal

Tanggapi Keluhan Masyarakat, ERPEKAT Akan Laporkan Perambahan Hutan Negara di Kota Waringin

×

Tanggapi Keluhan Masyarakat, ERPEKAT Akan Laporkan Perambahan Hutan Negara di Kota Waringin

Sebarkan artikel ini

Pangkalpinang, OkeyBung.com Emergency Respon Pejuang Masyarakat (ERPEKAT) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merespon adanya keluhan dan laporan dari masyarakat Desa Kotawaringin, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, Selasa (07/11/2023).

Ketua ERPEKAT Bangka Belitung, Ibnu Hajar menanggapi adanya perambahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit antara Pemdes Kotawaringin dengan PT FAL, hal ini akan menuai gesekan sehingga menyebabkan konflik apa yang dilakukan oleh Pemdes Kotawaringi dalam hal mengambil keputusan.

“Keputusan yang diambil Pemdes Kotawaringin terlalu formatur sehingga  menyalahi prosedur dan cacat hukum,” terangnya.

Bahkan Ibnu Hajar mengatakan polemik adanya perambahan hutan negara bebas (Hutan Primer) di Desa Kotawaringin  sangat beragam, berdasarkan observasi dan informasi yang didapatkan dari masyarakat, karena dalam hal ini oknum Pemdes terlalu blunder sehingga tidak  transparan dan terbuka dengan permasalah yang terjadi, bahkan adanya  dugaan perambahan Hutan Produksi  yang mana kurang lebih 60 hektar  berdasarkan data yang kita terima.

Menurut Ibnu dalam pengaturan tanah terlantar dapat dilihat dari peraturan yang paling tinggi yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pada Pasal 33 Ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Dapat dilihat juga dalam Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) bahwa ‘Bumi, air, dan ruang angkasa  termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara, serta pasal 6 dari UUPA yang menyatakan’ semua hak atas tanah mempunyai fungsi social,” ujarnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 menyebutkan Tanah Telantar adalah tanah hak, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.

Apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifatnya; apabila tanah tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan pemberian haknya; Tanah tersebut tidak dipelihara dengan baik; dan Khusus untuk tanah Hak Pengelolaan, apabila kewenangan hak menguasai dari Negara atas tanah tersebut tidak dilaksanakan oleh pemegang hak pengelolaan sesuai tujuan pemberian pelimpahan kewenangan tersebut.

“Intinya tanah tersebut harus di kelola dulu baru diberi pelimpahan kewenangan ke masyarakat yang menggarap,” terangnya.

Dalam hal Ibnu menyampaikan adanya dugaan praktek jual beli lahan yang berstatus hutan negara dengan perusahaan PT. FAL, yang mana terdapat dalam pasal 1 huruf (a) tentang objek perjanjian yang berbunyi” Tanah Negara yang berstatus APL yang telah diusahakan oleh masyarakat desa Kotawaringin.

“Nyatanya secara faktual dari hasil verifikasi lapangan lahan tersebut masih Hutan Frimer, dan masih di atur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 8 Tahun 2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana Hutan, serta Pemanfaatan hutan di hutan lindung dan Hutan Produksi,” katanya.

“Beberapa pekan kedepan ERPEKAT Babel akan mengawal dan mendampingi warga untuk melaporkan oknum Pemdes Kotawaringin ke Polda, Kejari, Gubernur Babel, Ombusdman kantor wilayah Bangka Belitung adanya dugaan sindikat mafia tanah, semoga ini bisa diselesaikan dan mendapatkan kepastian hukum,” tutupnya. (Iwan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *